Review: Drag Me to Hell (2009)
PG-13, Don't Care
oleh Kurnia Cahya Putra
Drag Me to Hell (2009)
Disutradarai Sam Raimi
Dibintangi Alison Lohman, Justin Long
Produksi Universal Studio
"You shamed me..." -Mrs. Ganush
Sebelum trilogi film pahlawan super yang super memukau; Spider-Man, Sam Raimi dikenal sebagai sutradara film B atau film yang memang all around campy. Salah satu contohnya adalah debutnya yang berjudul The Evil Dead, film horor yang cukup kontoversial karena salah satu adegan tertentu namun tetap menyabet hati para penontonnya sehingga memiliki cult following. Setelah menyelesaikan triloginya yang dibintangi Bruce Campbell tersebut, Raimi memutuskan vakum dari horor selama bertahun-tahun hingga akhirnya dia kembali dengan Drag Me to Hell, karya yang tentunya disambut meriah bagi mereka yang mengikuti karirnya, seperti saya.
Christine Brown (Lohman) memiliki hidup yang sempurna. Dia memiliki kekasih yang setia (Long), pekerjaan yang mapan di sebuah bank peminjaman, dan masa depan yang cukup cemerlang. Dia menantikan posisi kosong sebagai asisten manajer di perusahaannya, namun untuk mendapatkan promosi itu, dia harus bersaing dengan rivalnya yang mampu membuat keputusan sulit. Datang Ny. Ganush, seorang nenek tua yang rumahnya harus digusur karena tidak dapat membayar pinjaman bank. Christine pun dihadapi pilihan sulit, dan pada akhirnya, dia memutuskan untuk menolak permohonan peminjaman wanita renta itu lagi agar dapat meraih jabatan yang diimpikannya. Merasa dipermalukan, Ny. Ganush mengutuknya di parkiran mobil dengan Lamia, iblis yang akan menyiksanya dulu selama tiga hari sebelum secara harfiah menyeretnya ke neraka.
Saya tidak tahu harus mengekspektasi apa dari Drag Me to Hell. Kalau mau jujur, saya tidak begitu menikmati film B karena saya merasa Anda diharuskan memiliki pengetahuan berlebih akan sebuah kultur untuk dapat memahami satirnya, dan saya berasal dari Indonesia, jauh dari California, sehingga jika meskipun saya akhirnya memahami, saya tidak akan merasa familiar dan harus mengerahkan tenaga yang lebih untuk menikmatinya dibandingkan apabila saya menikmati produk horor yang... lurus-lurus saja. Apa itu masuk akal? Tak cuma itu, film ini juga distampel dengan rating PG-13, atau di dalam genre horor adalah sebuah rating yang mengindikasikan bahwa penciptanya tidak membebaskan diri sepenuhnya ketika membuatnya sehingga hasilnya tidak akan mencapai potensi penuhnya--ini hanya asumsi, omong-omong--apalagi film-film horor Raimi sebelumnya selalu distampel dengan rating R. Lalu apakah keraguan-keraguan ini terbukti benar? Untungnya, secara tulus, saya dapat mengatakan tidak.
Drag Me to Hell adalah film yang luar biasa menyenangkan. Tidak, film ini tidak menyeramkan sebagaimana Ju-On atau The Shining membuat kuduk Anda berdiri dan takut tidur. Anda harus mencari ke tempat lain jika itu yang Anda inginkan. Namun, saya berani bersumpah, Anda akan amat menikmati waktu Anda ketika menyaksikannya. Jika Anda sedang berkumpul dengan teman dan kebingungan akan menonton apa, tak diragukan lagi selain seri Final Destination, Easy A dan Jennifer's Body, film ini adalah pilihan yang paling tepat. Film ini seperti wahana roller coaster yang cukup gila. Setelah bagian yang akan memberikan kejut, Anda akan dihadapi dengan bagian lain dan bagian lain yang akan memberikan kejut juga sehingga Anda akan meremas pegangan kursi di sepanjang film. Biasanya saya akan mengkritik film horor yang memanfaatkaan jump scare sebagai alat utama untuk menakuti penontonnya, tetapi film ini tidak munafik dengan mengimplikasikan bahwa ia produk yang musti dianggap serius melalui tone-nya yang serius sehingga teknik menakuti yang kacangan pun juga terkesan sesuai. In a way, tone-nya yang luar biasa campy memberikannya ijin untuk melakukan banyak hal.
Keseimbangan adalah hal lain yang amat dikuasai Raimi dalam film ini. Seperti yang sudah saya bilang, film ini luar biasa campy, tetapi penyutradaraan Raimi pada aktor, penanganan kamera, musik, editing, serta cerita--atau kurang lebih seluruh aspeknya--menjaga produk akhirnya agar tidak jatuh ke teritori parodi sehingga kita juga memiliki investasi pada tokoh-tokoh di layar. Akan tetapi, ini tak hanya berkat Raimi semata karena Lohman sesungguhnya juga patut mendapat pujian. Sebagaimana Amanda Seyfried di Jennifer's Body, Lohman juga memiliki pemahaman yang cukup tentang tone filmnya sehingga performanya pun tidak janggal. Di bawah permukaan aktingnya, dia memberikan Christine latar belakang yang lengkap sehingga berakhir pada motivasi yang diiringi dengan determinasi yang kuat sehingga in a way, kita pun dibuat peduli dan kasihan pada tokohnya. Kita mau dia keluar dengan selamat. Kita mau, despite perlakuannya yang arguably selfish dan sangat korporat, dia menghabiskan Ny. Ganush sehabis-habisnya. Ini pun jadi memberikan kita secercah harapan pada nasibnya di akhir, yang kemudian dihancur-leburkan oleh Pak Raimi ketika momennya datang sehingga elemen kejutnya pun tetap hadir meskipun sesungguhnya terprediksi oleh siapa pun. Kita ditinggalkan menganga, dibuat berpikir, "Mereka benar-benar melakukannya? Ya, mereka melakukannya." PG-13 melimitasi kreativitas, my ass.
Pada akhirnya, saya mau berterimakasih pada Raimi atas upaya comback-nya ke genre horor yang tulus dan akhirnya nampak pada hasilnya. Saya betul-betul menghargainya. Drag Me to Hell adalah napas yang segar di antara polusi daur ulang yang rilis dari Hollywood belakangan. 8/10.
Pada akhirnya, saya mau berterimakasih pada Raimi atas upaya comback-nya ke genre horor yang tulus dan akhirnya nampak pada hasilnya. Saya betul-betul menghargainya. Drag Me to Hell adalah napas yang segar di antara polusi daur ulang yang rilis dari Hollywood belakangan. 8/10.
Nih film lumayan seru juga, jalan cerintanya juga nggak ribet. Aku jadi inget waktu nonton rame2 ama temen di bioskop XXI buat nonton nih film horor.
BalasHapus